Wong Desmiwati* E-mail: desmiwati.wong@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang kinerja perempuan Buruh Harian Lepas (BHL) di salah satu Persemaian Permanen (PP) BPDAS Citarum-Ciliwung, tepatnya di Persemaian Permanen Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perempuan BHL dan menemukan latar belakang pemilihan tindakan perempuan untuk bekerja di persemaian permanen. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Informannya adalah seluruh perempuan BHL persemaian permanen Dramaga. Hasil penelitian ini selain menggambarkan profil perempuan yang bekerja sebagai BHL di PP Dramaga juga menemukan bahwa kinerja perempuan BHL di PP Dramaga dipengaruhi oleh dua faktor yakni internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari motivasi dan tingkat efisiensi buruh perempuan dalam bekerja di persemaian permanen sedangkan faktor eksternal terdiri dari dua komponen yakni dukungan keluarga (suami) dan dukungan dari BPDAS Citarum–Ciliwung.
Kata kunci: Perempuan Buruh Harian Lepas, kinerja, persemaian permanen
PENDAHULUAN
Persemaian permanen adalah persemaian yang dibuat menetap pada suatu lokasi dengan organisasi yang mapan dengan personil pelaksana yang tetap dan terpilih, memiliki kelengkapan sarana dan prasarana dengan menggunakan teknologi modern dalam produksi bibit yang memungkinkan pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara efektif dan efisien(Firmansyah & Alfarisi, 2016). Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang mendukung dalam keberhasilan suatu produksi, dalam hal ini di persemaian permanen juga mempekerjakan tenaga kerja perempuan. Pekerja atau buruh di persemaian permanen dapat diklasifikasikan menjadi: Pertama, buruh yang berstatus pegawai kontrak atau buruh tetap yang memiliki upah dibayar setiap bulannya dan mendapatkan fasilitas antara lain gaji bulanan, dan fasilitas lainnya, salah satunya kendaraan bermotor; Kedua, Buruh Harian Lepas (BHL) yakni buruh yang berstatus sebagai buruh harian atau borongan.
Mengangkat soal kehidupan perempuan BHL menjadi hal yang penting dan menarik karena memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan kondisi BHL laki-laki, terutama terkait dengan peran domestik dan tingkat kinerjanya. Perbedaan terkait peran domestik tersebut salah satunya terjadi akibat konstruksi gender di masyarakat, secara umum konstruksi peran gender perempuan adalah mengurus dan mengelola rumah tangga, maka banyak kemudian perempuan yang menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama (overburden), bahkan terjadi beban ganda (double burden). Terutama untuk perempuan BHL, beban kerja ini menjadi ganda/dua kali lipat karena selain harus bertanggung jawab dalam keseluruhan pekerjaan rumah tangga (domestik), mereka juga bekerja di luar rumah. Sedangkan perbedaan terkait tingkat kinerjanya terlihat dari mengapa buruh di persemaian permanen sering kali lebih banyak perempuannya. Hal inilah yang akan dijelaskan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian terkait perempuan BHL di persemaian permanen bisa dikatakan belum pernah dilakukan sehingga hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dan menjadi bahan masukan bagi pengambil keputusan di persemaian permanen BPDAS yang ada. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perempuan buruh harian lepas, dan menemukan latar belakang pemilihan tindakan perempuan untuk bekerja di persemaian permanen.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PP Dramaga, Kota Bogor pada Desember 2016 dan Februari 2017 terhadap perempuan BHL yang bekerja di PP Dramaga. Pada Desember 2016 perempuan BHL-nya berjumlah enam orang, akan tetapi ketika dilakukan wawancara mendalam pada Februari 2017 jumlah perempuan BHLnya yang sedang dipekerjakan menjadi tiga orang.Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualiatif. Metode penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan datanya dilakukan secara triangulasi (gabungan) analisis data bersifat induktif dan hasil penelitiannya lebih menekankan pada suatu makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2013). Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan dan untuk pengambilan data menggunakan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi, dengan demikian maka peneliti dapat memperoleh data yang lengkap dan mendalam sehingga tujuan penelitian akan dapat tercapai.
Informannya adalah seluruh perempuan BHL di persemaian permanen Dramaga. Jenis penelitian ini juga membuat peneliti lebih masuk ke dalam kehidupan subjek penelitian, karena data-data yang diperoleh secara langsung melalui hubungan antara peneliti dan subjek penelitian. Data yang terkumpul kemudian akan dilakukan analisis deskriptif, yaitu metode analisis yang berusaha menggambarkan masalah secara jelas dan mendalam, yang kemudian dari hasil penggambaran masalah tersebut diinterpretasikan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum PP Dramaga
Lokasi persemaian permanen terletak di kampus IPB Dramaga pada koordinat 06°33, 247‘ Lintang Selatan dan 106°43, 640’ Bujur Timur. Lokasi ini terletak di antara dua Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu di DAS Cisadane dan DAS Ciliwung. Curah hujan di wilayah Dramaga berkisar antara 3 000 – 3 500 mm/tahun. Suhu dan kelembaban (RH) rata-rata sebesar 29oC dan 67%, sedangkan suhu dan kelembaban pada bulan awal Oktober hingga pertengahan Oktober di daerah persemaian permanen BPDAS Citarum-Ciliwung Bogor menunjukkan kisaran sebesar 28.57oC. Suhu terendah rata-rata sebesar 23.35oC, sedangkan suhu tertinggi sebesar 33.21oC. Kelembaban rata-rata selama 2 minggu pada awal Oktober hingga pertengahan Oktober sebesar 67%. Rata-rata kelembaban tertinggi sebesar 86.78% sedangkan terendah sebesar 42.42% (Departemen Kehutanan, 2010).
Profil Perempuan BHL PP Dramaga
Ketiga perempuan BHL ini yakni Herni (50 thn), Uti (50 thn) dan Heni (30 thn) berasal dari kampung yang sama yakni Carang Pulang, Desa Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Lokasi kampung mereka berada di belakang Persemaian Permanen (PP) Dramaga, dibatasi oleh Sungai Ciapus.
Profil ketiga perempuan BHL di PP Dramaga:
- Herni, 50 tahun
Berlatarbelakang dari keluarga buruh tani yang memang bergelut dengan kemiskinan sejak kecil. Sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara, membuat tanggung jawab menjaga adik-adiknya yang lebih kecil telah diserahkan kepadanya sejak awal sehingga ia hanya bisa mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai kelas lima. Selanjutnya sehari-hari di rumah dihabiskan dengan menjaga adik-adik, dan mengurus rumah. Menikah pada umur 17 tahun dengan pemuda sekampung yang bekerja serabutan, saat ini Pak Inang, suaminya bekerja menjadi tukang ojeg di seputaran kompleks dosen IPB. Dari perkawinannya, Bu Herni memiliki tiga orang anak, dua laki-laki yang sudah berumah tangga, dan satu orang perempuan yang telah lulus SMK, belum menikah dan sedang tidak bekerja (sebelumnya sudah bekerja, tapi kemudian keluar dari pekerjaannya). Sebelum menjadi BHL di PP Dramaga, Bu Herni pernah bekerja sebagai buruh cuci gosok di kostan mahasiswa selama 20 tahun, ketika kostan tersebut berubah menjadi ruko dan ia mendapat ajakan untuk bekerja sebagai BHL borongan di PP Dramaga, ia memilih ikut dan terus berlanjut hingga saat ini. Sebelumnya ia BHL borongan yang jika sudah selesai tergetnya kemudian “libur” dulu beberapa waktu, namun sekarang karena ia di diberi tanggung jawab lebih kepada pemeliharaan maka ia tidak lagi diliburkan, melainkan bekerja secara rutin untuk memelihara seluruh bibit di PP Dramaga.
2. Uti, 50 tahun
Bu Uti anak kedua dari tujuh bersaudara. Secara ekonomi keluarga Bu Uti agak lebih baik dibanding dua rekannya, karena bapaknya diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai mandor petani di IPB, dan ibunya bekerja sebagai buruh tani. Tetapi Bu Uti kecil belum merasakan enaknya status ayahnya karena pada saat itu ayahnya masih sebagai pegawai kontrak sehingga ia sangat terlambat masuk SD dan hanya sampai kelas 2 saja karena umurnya sudah hampir 15 tahun, ini akhirnya yang membuatnya malu untuk melanjutkan sekolah. Berbeda dengan adik-adik di bawahnya yang mengenyam pendidikan sampai SLTP. Pada umur 19 tahun ia menikah dengan seorang buruh pabrik sendok dari Pesing, Cengkareng, Tangerang dan dikaruniai dua orang anak perempuan. Suaminya kemudian pindah ke Bogor karena terkena penggusuran pada tahun 2000. Dengan memanfaatkan tanah pemberian orang tua mereka membangun rumah. Bu Uti juga sebelum bekerja di PP Dramaga bekerja sebagai pembantu rumah tangga di salah satu rumah dosen IPB selama hampir empat tahun, ketika dosennya pindah, ia beralih menjadi buruh cuci gosok di kostan mahasiswa selama 16 tahun. Ketika mendapat ajakan untuk bekerja di PP Dramaga, ia ikut dan berlanjut sampai sekarang. Kehidupannya saat ini jauh lebih baik karena suaminya juga bekerja sebagai pegawai kontrak di salah satu laboratorium di IPB, dan tidak ada tanggungan anak lagi karena masing-masing sudah berkeluarga.
3. Heni, 30 tahun
Heni anak ke tiga dari empat bersaudara. Ia dan dua orang kakak perempuannya terlambat tamat dari SLTP, keinginannya untuk melanjutkan sekolah sangat besar karena juga berprestasi secara akademik di sekolah, namun karena ketiadaan biaya- karena orang tuanya hanya buruh tani- akhirnya karena ia (sebagai perempuan.pen) harus mengalah tidak melanjutkan sekolah dan harus bekerja membantu ekonomi keluarga dan sekolah adik laki-lakinya hingga bisa menamatkan SMA. Menikah di usia 22 tahun dengan seorang buruh pabrik benang di Cibinong dan dikaruniai satu orang putri yang telah berumur 7 tahun (kelas 2 SD). Awalnnya ia bekerja sebagai buruh pabrik garmen di Cibinong, pada bagian packing selama sembilan tahun dan sudah menjadi karyawan tetap sampai ia menikah. Ketika cuti melahirkan ia kemudian berhenti dan tidak melanjutkan pekerjaannya, karena bekerja di pabrik membutuhkan waktu dan tenaga yang besar, serta lokasi pabriknyapun jauh dari rumah. Selanjutnya ia juga pernah bekerja di rumah makan selama dua tahun, namun ketika diajak untuk bekerja di PP Dramaga, ia lebih memilih bekerja di PP Dramaga, walaupun ia harus belajar dari awal karena pekerjaan baru dan kadang-kadang masih diliburkan bila target sudah tercapai.
Faktor-fator yang Mempengaruhi Kinerja Perempuan BHL di PP Dramaga
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja perempuan BHL di persemaian permanen Dramaga dapat digambarkan dengan skema sebagaimana di atas.
- Tingkat motivasi kerja
Motivasi kerja adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya berkisar imbalan moneter dan non-moneter yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan (Winardi, 2007). Kemiskinan sering kali menjadi faktor pendorong perempuan untuk bekerja di luar rumah. Ketika perempuan bekerja mencari penghasilan di luar namun tetap mengerjakan kerja-kerja rumah tangganya maka beban ganda itu menjadi nyata. Menurut Sajogyo (1983) dalam Munawaroh (2015) peranan perempuan dapat dianalisis dalam dua cara yaitu: Pertama, dalam status atau kedudukannya sebagai ibu rumah tangga, perempuan melakukan pekerjaan rumah tangga sebagai bagian dari proses reproduksi yaitu suatu pekerjaan yang tidak langsung menghasilkan pendapatan tetapi memungkinkan anggota rumah tangga yang lain untuk melakukan pekerjaan mencari nafkah; Kedua, pada posisi sebagai pencari nafkah (tambahan atau pokok), perempuan melakukan pekerjaan produktif yang langsung menghasilkan pendapatan. Pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah, dan mengambil air sebaiknya diperhitungkan sebagai sebagai kegiatan ‘pekerja’ dalam arti kata yang produktif. Pekerjaan ini, meski bukan berarti ‘penghasilan’, tetapi mempunyai fungsi memberi dukungan bagi anggota rumah tangga lain ‘pencari nafkah’ untuk memanfaatkan peluang kerja (Munawaroh. et al, 2015).
Ketiga perempuan BHL di PP Dramaga ini sudah pernah malang melintang bekerja baik di sektor informal (buruh cuci gosok, pembantu rumah tangga, buruh tani) maupun sektor formal (buruh pabrik garment-Heni). Bagi mereka bekerja untuk mendapatkan penghasilan adalah kebutuhan, tidak saja hanya karena materil tetapi juga psikologisnya, karena jika sedang tidak bekerja mereka malah bingung mau melakukan apa di rumah. Oleh karena itu mereka selalu berusaha untuk mencari pekerjaan apa saja di luar rumah.
Tingkat motivasi kerja perempuan BHL ini sangat tinggi, hal tersebut terlihat dari penuturan mereka mengenai tercukupinya kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan anak, apalagi untuk Bu Herni dan Bu Uti yang sudah tidak mempunyai tanggungan anak sekolah, mereka bahkan bisa menabung melalui arisan atau menitip ke rekening temannya di bank. Menyimpan uang dalam bentuk emas juga menjadi strategi mereka, agar ketika ada keperluan gampang untuk dijual kembali. Tingkat pengakuan atas keberhasilan dalam menumbuhkan tanaman tercermin dari rasa puas, bangga dan senang ketika tanaman tersebut tumbuh, ditambah lagi jika terdapat pengakuan dari balai yang mereka rasakan karena targetnya tercapai. Selain hal tersebut, yang menunjukkan motivasi perempuan BHL ini tinggi adalah adanya kompetisi yang sehat di antara perempuan BHLnya, persaingan ada namun masih sehat dan wajar, karena pada akhirnya ketika harus mengejar target yang semakin besar maka akan melibatkan mereka semua, bahkan lebih banyak perempuan BHL lagi. Mereka yang baru memulai atau yang sudah pernah ikut tapi bagiannya berbeda (sarana dan prasarana) tidak segan untuk mau belajar lagi, melakukan hal baru untuk menambah ilmu. Adanya intensitas hubungan sosial sesama perempuan BHL yang baik terlihat dari kemudahan mereka menjalin komunikasi, kemudahan untuk mendapatkan informasi dari perempuan BHL yang lain (terutama soal kapan dipanggil lagi), dan merasakan pentingnya melakukan belajar bersama-sama, membuat tingkat motivasi bekerja di PP Dramaga menjadi lebih kuat dan intens dibanding BHL laki-lakinya.
- Efisiensi Kerja antara Laki-laki dan Perempuan
Sebagian besar perempuan yang bekerja di luar kegiatan rumah tangga, lebih banyak memilih untuk bekerja di sektor pertanian, baik itu sebagai buruh tandur (tanam) untuk usaha tani, buruh panen atau buruh sadap (Munawaroh. et al, 2015). Pada persemaian permanen memang tidak secara tertulis dan ketat terdapat pembagian kerja antara BHL laki-laki dan perempuan, akan tetapi lebih kepada kesepakatan bersama saja. Di PP Dramaga ini perempuan BHL melakukan kerja-kerja seperti penyiapan media tanam, penyemaian, penyapihan, pemupukan dan pemeliharaan bibit. Dari keseluruhan tempat bekerja yang pernah dilakukan, bekerja di PP Dramaga ini adalah yang dirasakan paling baik dan lumayan (nyaman), karena mereka memiliki jam kerja yang jelas yakni dari jam 08.00 – 16.00 WIB dengan waktu istirahat satu jam untuk makan siang dan sholat. Bekerja selama enam hari dari Senin hingga Sabtu, hari Minggu dimanfaatkan sebagai hari keluarga. Ini dirasa lebih baik dibanding misalnya bekerja di rumah makan yang tidak memiliki hari libur. Dengan upah sebesar Rp.50.000 perhari, pendapatan yang mereka terima dapat membantu ekonomi keluarga, terkadang bahkan menjadi pendapatan utama ketika suami sedang tidak bekerja. Selain itu bekerja di PP Dramaga dirasakan tidak terlalu penat secara pikiran, walaupun secara fisik bekerja seperti menanam, menyemai, menyapih, memupuk, memelihara dan lain sebagainya, akan tetapi karena suasana kerja yang kondusif, kekeluargaan yang dirasakan sangat kuat baik antar sesama pekerja maupun dengan atasannya, yakni mandor lapangan, sehingga ini menjadi penarik untuk tetap bekerja.
Keterbatasan mereka sebagai BHL adalah ada masa-masa ketika mereka sedang tidak dipekerjakan, “diliburkan” istilahnya, kadang-kadang cepat terkadang bisa menunggu hingga tiga bulan baru ada panggilan lagi, tergantung pada ada borongan atau tidaknya dari BPDAS Citarum-Ciliwung, dan mereka akan bekerja dengan target atau borongan. Akan tetapi dua orang perempuan BHL yakni Bu Uti dan Bu Herni terus dipertahankan karena merekalah yang rutin melakukan pemeliharaan tanaman, untuk Teh Heni saja baru lima hari bekerja lagi setelah satu bulan diliburkan, inilah yang terkadang menimbulkan kecemburuan bagi sesama perempuan BHL, siapa yang akan tetap bekerja dan siapa yang akan diliburkan. Terlepas dari itu memang performa kerja para perempuan BHL juga diperhatikan, kedisiplinan, kecepatan kerja tetap menjadi penilaian mandor untuk menentukan siapa-siapa yang masih tetap diteruskan bekerjanya. Kecuali jika ada target besar yang harus dipenuhi, maka pihak PP Dramaga bisa mempekerjakan perempuan BHL hingga 20 orang.
Bekerja di PP Dramaga memberikan ilmu baru, pengalaman baru dan pekerjaannya cukup bervariasi. Kecintaan terhadap tanaman dan kepuasan ketika melihat benih yang disemai tumbuh dan berkembang menjadi bibit siap pakai adalah kepuasan yang tidak dapat dinilai dengan materi. Bekerja dari hati dan mencintai pekerjaannya menjadi hal yang membuat mereka tidak ingin berpindah pekerjaan lagi. Keterlekatan perempuan BHL dalam melakukan produksi bibit (tanaman) menjadi pembuktian bahwa ketika perempuan diasumsikan lebih rajin, telaten dan bertanggung jawab terhadap tanamannya, hal tersebut memang dikuatkan dengan insting merawat dan memeliharanya yang lebih.
Berdasarkan hasil penelitian memang terdapat perbedaan yang cukup siginifkan dari segi pemanfaatan waktu ketika kerja-kerja pokok di persemaian permanen dikerjakan perempuan BHL dibanding laki-laki. Perempuan BHL mulai bekerja dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB, dengan waktu istirahat selama satu jam, total jam kerjanya adalah 7 jam kerja di luar 1 jam waktu istirahat, dilakukan dengan bekerja secara penuh, tidak ada istirahat di sela-sela jam kerja tersebut sedangkan untuk BHL laki-laki, di sela-sela waktu kerja mereka masih membutuhkan istirahat untuk minum kopi, merokok, dan membuka-buka telpon seluler mereka sehingga rata-rata jam kerja secara riil lebih sedikit jam kerjanya. Secara akumulasi jam kerja perempuan BHL lebih panjang dibanding laki-laki, tentu saja hal ini berdampak pada kinerja perempuan BHL yang saya nilai lebih optimal. Hal tersebut tentunya berdampak bagi kinerja PP Dramaga sendiri sehingga penggunaan tenaga kerja perempuan BHL di persemaian permanen akan lebih efisien.
Satu aspek lain yang mendukung tingkat efisiensi kinerja perempuan yang terlihat pada saat wawancara dan observasi kerja mereka adalah adanya keterlekatan yang subyektif antara perempuan dan bibit yang mereka semaikan. Perempuan BHL bisa dikatakan menikmati jenis pekerjaan di PP Dramaga yang notabene identik dengan peran-peran alamiah mereka di sektor domestik yakni merawat anak. Peran ini bukan saja menjadi peran yang terjadi sebagai hasil kontruksi melainkan pemaknaan subyektif mereka atas diri mereka sebagai caregiver atau pengasuh. Tentunya aspek ini masih dapat dikembangkan lebih dalam dengan beberapa alat uji namun dari amatan dan wawancara terlihat bahwa secara pribadi ada hubungan antara perempuan BHL dan bibit yang mereka semaikan. Adanya perasaan senang ketika bibit-bibit itu berhasil tumbuh besar mengindikasikan adanya keterlekatan (embeddedness) antara produsen dan hasil produksi. Dari sini dapat dinilai bahwa efisiensi kerja perempuan juga memiliki rasionalitas dimana tindakannya memiliki makna tertentu dan dengan sengaja ditujukan untuk tujuan tertentu. Di sini perempuan merekonstruksi pemaknaan mereka sehingga menghasilkan tindakan yang tak semata mekanis berdasar perintah kerja melainkan secara sadar dan penuh makna (meaningful).
- Faktor Eksternal
Faktor eksternal ternyata sangat berpengaruh terhadap kinerja perempuan BHL di PP Dramaga. Faktor eksternal yang berupa dukungan dari keluarga (suami) dirasa menjadi penting, karena ketika peran domestik tidak bisa dilakukan perempuan BHL secara penuh, maka ada bagian peran domestik yang dilakukan suami, seperti menjaga anak dan membersihkan rumah. Ketika suami mereka sedang tidak bekerja, suamilah yang mengambil tanggung jawab kerja domestik di rumah, walaupun tidak seluruhnya, karena perempuan BHL akan mempersiapkan keperluan rumah tangga sebelum mereka berangkat kerja, seperti memasak dan mencuci. Dari hal tersebut dapat dilihat kinerja perempuan BHL ini akan baik bila didukung oleh suami mereka, karena mereka tidak lagi terlalu diberatkan oleh kerja-kerja domestiknya.
Peningkatan kinerja perempuan BHL ini juga baik karena adanya dukungan organisasi, dalam hal ini BPDAS Citarum Ciliwung. Menurut Matthis (2006) dalam (Logahan, et al., 2012), dukungan organisasi merupakan apa saja yang diberikan dan ditetapkan organisasi untuk menunjang proses kerja. Beberapa dukungan organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawan, antara lain: (1) pelatihan, sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan-tujaun organisasional. Dalam penelitian ini, pelatihan kepada perempuan BHL dalam hal pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan di PP Dramaga; (2) standar kinerja, mendefinisikan tingkat yang diharapkan dari kinerja, dan merupakan tujuan atau target. Standar kinerja yang realistis, dapat diukur, dipahami dengan jelas, akan bermanfaat baik bagi organisasi atau buruhnya. Adanya target jumlah yang jelas, pertumbuhan bibit yang bisa terlihat dan prosedur yang mudah dipahami oleh para perempuan BHL; (3) peralatan dan teknologi, merupakan perlengkapan yang disediakan oleh organisasi untuk menunjang proses kerja. Untuk poin ini pihak PP Dramaga memang tidak terlalu mencukupi ketersediaannya, untuk perempuan BHL mereka memiliki sendiri peralatan pendukung pekerjaannya seperti sepatu boot, caping, dan pisau untuk mencabut rumput sedangkan untuk sarana dan prasarana yang besar telah disediakan oleh balai.
Dukungan dari organisasi dapat juga berupa suasana kerja yang kondusif, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan serta rekan-rekan kerja yang mendukung. Kedua faktor eksternal tersebut cukup baik di PP Dramaga, sehingga berpengaruh secara positif pula bagi peningkatan kinerja perempuan BHLnya. Faktor eksternal yang mendukung, akan berdampak pada kinerja perempuan BHL yang baik juga.
- Kinerja Perempuan BHL
Dari beberapa pengertian mengenai kinerja dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dilakukan oleh individu atau organisasi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan (Logahan, et al., 2012). Menurut Robert dan John (2006) dalam Logahan, et al. (2012), kinerja yang umumnya untuk kebanyakan pekerja meliputi elemen sebagai berikut: Kuantitas dari hasil, Kualitas dari hasil, Ketepatan waktu dari hasil dan Kemampuan bekerja sama.
Dilihat dari kuantitas yang mencapai bahkan melebihi target, kualitas tanaman yang tumbuh dengan baik, ketepatan waktu dalam mencapai target dan kerjasama antara sesama BHL yang baik membuktikan bahwa kinerja perempuan BHL di PP Dramaga sangat baik. Menurut Danim (2004) dalam Witantriasti (2010) faktor internal dapat disebut sebagai akumulasi dari aspek-aspek internal individu, seperti kepribadian, intelegensi, ciri-ciri fisik, kebiasaan, kesadaran, minat, bakat, kemauan, spirit dan sebagainya. Faktor eksternal bersumber dari lingkungan, apakah itu lingkungan fisik, sosial maupun regulasi keorganisasian. Faktor internal dan eksternal tersebut bertinteraksi dan diaktualisasikan dalam bentuk kapasitas yang mendukung kinerja individu.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kinerja perempuan BHL di PP Dramaga dipengaruhi oleh dua faktor yakni internal dan eksternal. Faktor internal dipengaruhi oleh motivasi dan tingkat efisiensi buruh perempuan dalam bekerja di persemaian permanen. Dalam faktor eksternal terdapat dua komponen yang mempengaruhi kinerja perempuan BHL yakni faktor dukungan keluarga (suami) dan dukungan dari BPDAS Citarum Ciliwung. Jika ke-empat faktor ini bersifat positif dan mendukung perempuan BHL maka dipastikan bahwa kinerja mereka akan baik dan optimal, sehingga akan berdampak pula pada kinerja PP Dramaga dan BPDAS Citarum Ciliwung secara keseluruhan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Lebih banyaknya perempuan yang bekerja sebagai BHL di persemaian permanen ternyata didukung oleh temuan penelitian ini bahwa perempuan BHL di PP Dramaga memiliki performa kinerja yang sangat baik karena mereka memiliki motivasi dan tingkat efisiensi yang baik dalam bekerja, ditambah dukungan dari keluarga (suami) dan PP Dramaga (BPDAS Citarum-Ciliwung) membuat kinerja mereka menjadi lebih optimal. Dilihat dari hal yang melatarbelakangi perempuan BHL dalam bekerja di PP Dramaga maka tindakan yang mereka ambil sangat rasional karena bekerja di PP Dramaga lebih baik dari segala aspek dibanding pekerjaan mereka yang sebelumnya.
Oleh karena itu, jika BPDAS Citarum-Ciliwung selaku pengelola PP Dramaga ingin meningkatkan performa persemaian permanennya bisa dengan mempekerjakan lebih banyak perempuan BHL karena secara kinerja mereka lebih efisien dan optimal sementara untuk BHL laki-laki mereka akan menjadi supporting system yang baik untuk mendukung kerja-kerja perempuan BHL di persemaian permanen.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan. (2010). Statistik Pembangunan Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung Tahun 2009. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung, Bogor.
Firmansyah, M. A., & Alfarisi, M. H. (2016). Pathogenic Assay of Leaf Blight Pathogen on Maesopsis eminii Engl. in Permanent Nursery BPDAS Bogor UJI PATOGENISITAS PATOGEN HAWAR DAUN PADA TANAMAN KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) DI PERSEMAIAN PERMANEN BPDAS BOGOR. Jurnal Silvikultur Tropika, 7(2).
Logahan, J., A.S., Synthia., Dian, Marisa. (2012). Analisis Pengaruh Kemampuan, Usaha dan Dukungan Perusahaan Terhadap Kinerja Karyawan Pada CV Sandang Gloria Konveksindo. Binus Business Review Vol.3 No.1, Mei 2012, halaman 311-324.
Munawaroh, M., & Awami, S. N. (2015). KARAKTERISTIK BURUH WANITA PENYADAP KARET SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN RUMAH TANGGANYA (Studi Kasus Di PTPN IX Kebun Balong/Beji-Kalitelo Afdeling Ngandong Kabupaten Jepara). MEDIAGRO, 11(1).
Saragih, N. K. S. (2013). PROFIL PEREMPUAN SEBAGAI BURUH HARIAN LEPAS (MENOL) DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV SEI KOPAS, KECAMATAN BANDAR PASIR MANDOGE, KABUPATEN ASAHAN (Doctoral dissertation, UNIMED).
Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Winardi. J. (2007). Motivasi dan Pemotivasian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Witantriasti, T. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.